Minggu, April 27, 2008

Minggu, Januari 13, 2008

KEWAJIBAN ORANG SAKIT







Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani

1. Orang yang sakit memiliki kewajiban untuk senantiasa ridha terhadap qadha Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar atas taqdir-Nya serta berbaik sangka kepada Rabbnya. Itu yang lebih baik baginya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:

عَجَبًا لاَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لاَحَدٍ إِلا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik dan tidaklah yang demikian itu ada kecuali pada seorang mukmin. Yaitu jika ia mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika mendapat kesempitan ia bersikap sabar, itu pun menjadi kebaikan baginya.”










Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga bersabda:

لا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Janganlah salah seorang kalian mati kecuali dalam keadaan ia berbaik sangka kepada Allah Ta’aala.” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim, Imam Al-Baihaqi dan Imam Ahmad)

2. Seyogyanya orang yang sedang sakit memiliki perasaan antara rasa takut dan harap, yaitu takut akan siksa Allah ‘Azza wa Jalla atas dosa-dosanya dan berharap akan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya. Sikap ini didasarkan pada hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu yang mengatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ فَقَالَ كَيْفَ تَجِدُكَ قَالَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنِّي أَرْجُو اللَّهَ وَإِنِّي أَخَافُ ذُنُوبِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ

Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam datang kepada seorang pemuda yang hendak meninggal, maka beliau berkata: “Bagaimana keadaanmu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah ya Rasulullah, sungguh saya sangat berharap kepada (rahmat) Allah dan saya sangat takut akan (siksa Allah) atas dosa-dosa saya.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata: “Tidaklah dua perkara tersebut ada pada hati seorang hamba yang dalam kadaan seperti ini, kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkannya dan akan Allah amankan ia dari apa yang ditakutkannya.”

Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dan sanadnya hasan. Juga Imam Ibnu Majah dan Imam Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawa’id Az-Zuhd (halaman 34-35), juga Imam Ibnu Abid Dunya sebagaimana dalam At-Targhib (4/141) dan lihat juga dalam Al-Misykah-nya (1612).

3. Seberat apapun sakit yang diderita, tidak boleh baginya untuk berangan-angan ingin mati. Hal ini karena ada hadits Ummul Fadhl Radhiyallahu’anha, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam pernah datang kepada mereka tatkala ‘Abbas Radhiyallahu’anhu (paman Rasulullah) menderita sakit, hingga ‘Abbas berangan-angan ingin mati. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata:

يَا عَمَّي لا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتَ مُحْسِنًا فأن تؤخّر تَزْدَادُ إِحْسَانًا إِلَى إِحْسَانِكَ خَيْرٌ لَكَ وَإِنْ كُنْتَ مُسِيئًا فَإِنْ تُؤَخَّرْ تَسْتَعْتِبْ خَيْرٌ لَكَ فَلَا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ

“Wahai pamanku, janganlah engkau berangan-angan ingin mati, karena sesungguhnya jika engkau termasuk orang yang suka beramal baik, apabila ditangguhkan ajalmu lalu engkau bisa menambah kebaikan lagi kepada kebaikanmu, itu akan lebih baik bagimu. (Sebaliknya), jika engkau termasuk orang yang suka beramal buruk, apabila ditangguhkan ajalmu lalu engkau merasa bersalah atas amal-amal burukmu (menyesal), itu juga lebih baik bagimu. Maka janganlah berangan-angan ingin mati.”









Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/339), Imam Abu Ya’laa (7076) dan Imam Al-Hakim (1/339), dan beliau katakan: Hadits ini shahih atas persyaratan Syaikhaini (Bukhari dan Muslim). Pernyataan ini disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi. Tetapi sebenarnya hanya memenuhi persyaratan Imam Bukhari saja.

Dikeluarkan juga oleh Syaikhaini dan Al-Baihaqi (3/377) maupun yang lain dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu hadits yang semisalnya secara marfu’, di dalamnya terdapat perkataan: “Kalau terpaksa mesti melakukannya maka ucapkanlah:

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

“Ya Allah, hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila mati itu lebih baik bagiku.”

Hadits ini juga dikeluarkan dalam Al-Irwa’ (683).

4. Jika ia masih memiliki tanggungan atas hak-hak orang lain, hendaklah ia tunaikan kepada yang berhak apabila hal itu mudah baginya. Jika tidak mudah, hendaklah ia berwasiat (kepada keluarganya). Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata:

مَنْ كَانَتْ عنده مَظْلَمَةٌ لاَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْماله فليؤدّه اليه قَبْلَ أَنْ يَأتي يوم القيامة لا يقبل فيه دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ وأعطي صاحبه وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عمل صالح أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَت عَلَيْهِ

“Barang siapa pernah mendhalimi hak saudaranya dalam hal harga diri[1] atau hartanya, hendaklah ia selesaikan sebelum datang hari kiamat, hari yang tidak diterima dinar tidak pula dirham. Jika ia punya amalan shalih maka diambil darinya lalu diberikan kepada orang yang punya hak. Jika ia tidak punya amalan shalih, maka diambil dosa-dosa orang yang bersangkutan lalu dibebankan kepadanya.”

Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Al-Baihaqi (3/369).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga berkata:

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لا دِرْهَمَ لَهُ وَلا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang sudah tidak punya dirham dan tidak punya harta benda.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam kemudian berkata: “Orang yang bangkrut di antara umatku (adalah orang yang) datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, tetapi ia juga datang dengan membawa (dosa) mencaci orang itu, menuduh orang ini dan memakan harta si itu, menumpahkan darah si ini dan pernah memukul si itu. Maka diberikan kepada si ini dari kebaikannya dan kepada si itu dari kebaikannya. Jika telah habis kebaikannya, sedangkan belum terlunasi tanggungannya, diambillah dosa-dosa mereka lalu dibebankan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim (8/18).







Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga bersabda:

من مات و عليه دين, فليس ثمّ دينار ولا درهم, ولكنها الحسنات والسيئات

“Barang siapa yang meninggal dan masih punya tanggungan hutang, maka disana tidak ada dinar tidak pula dirham, tetapi yang ada adalah amalan-amalan baik atau amalan-amalan buruk.”

Dikeluarkan oleh Imam Al-Hakim (2/27) dan konteks hadits ini dalam riwayatnya. Juga Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad (2/70-82) dari dua jalan dari Ibnu Umar, jalan yang pertama shahih sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi, sedangkan jalan yang kedua hasan sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Mundziri (3/34).

Diriwayatkan juga oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dengan lafadz:

“Hutang itu ada dua macam. Barang siapa yang mati sedangkan ia berniat untuk melunasi hutangnya maka aku yang menjadi walinya. Barang siapa mati sedangkan ia tidak berniat untuk melunasinya maka itulah orang yang diambil amalan baiknya, tidak ada pada hari itu dinar tidak pula dirham.”[2]

Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu berkata: Ketika terjadi peperangan Uhud, ayahku memanggilku pada malam harinya, lalu berkata: “Tidaklah ditampakkan kepadaku dalam mimpi kecuali aku menjadi orang yang pertama terbunuh di antara para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam. Sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelah matiku orang yang lebih aku cintai daripadamu selain diri Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Aku punya tanggungan hutang maka lunaskanlah, serta berilah wasiat kebaikan kepada saudara-saudaramu.” Maka ketika pagi harinya dialah orang yang pertama terbunuh, semoga Allah meridhainya. Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1351).

5. Orang yang sakit hendaknya bersegera untuk menyiapkan wasiat karena ada sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam:

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ و لَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ

“Tidak benar bagi seorang muslim yang bermalam dua malam sedangkan ia punya sesuatu yang ingin diwasiatkannya kecuali semestinya wasiat itu telah ditulis di sisinya.”

Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma berkata: “Tidaklah berlalu satu malam sejak aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam mengatakan itu kecuali sudah kutulis wasiatku.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim juga Ashabus Sunan maupun yang lain.

6. Wajib baginya untuk memberikan wasiat kepada sanak kerabatnya yang tidak menerima warisan darinya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ

وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 180)







7. Boleh baginya untuk berwasiat dengan sepertiga hartanya, tidak boleh lebih. Bahkan yang afdhal (lebih utama) kurang dari sepertiga, karena adanya hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu’anhu, ia mengatakan:

“Ketika aku bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam pada waktu haji wada’, aku jatuh sakit yang mendekati kematian. Maka Rasulullah mejengukku. Lalu kukatakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang sangat banyak, tetapi tidak ada yang mewarisi kecuali anak perempuan saya. Apa boleh saya berwasiat dengan dua pertiga harta saya?” Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Kata Sa’ad: Aku berkata lagi: “Kalau separoh hartaku?” Beliau menjawab: “Tidak boleh”. Kukatakan lagi: “Kalau sepertiga hartaku?” Kata beliau: “Ya sepertiga, itu sudah banyak. Sesungguhnya engkau wahai Sa’ad, kau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan itu lebih baik bagimu daripada kau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin minta-minta kepada manusia (dengan tangannya). Wahai Sa’ad, tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah dalam rangka mencari wajah Allah kecuali engkau akan diberi pahala. Sampai-sampai suapan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” (Kata Sa’ad: “Maka yang kurang dari sepertiga boleh.”)

Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1524) dan konteks hadits ini ada dalam riwayat beliau. Juga oleh Syaikhaini. Tambahan dalam kurung ada dalam riwayat Imam Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhu berkata: Saya sangat senang kalau orang-orang menurunkan dari sepertiga hingga seperempat dalam wasiat, karena Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam mengatakan: “Sepertiga itu sudah banyak.” Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2029, 2076), Syaikhaini, juga Al-Baihaqi (6/269) maupun yang lain.

8. Hendaklah dalam berwasiat ini disaksikan oleh dua orang yang jujur yang muslim. Jika tidak ada maka bisa dengan dua orang (yang jujur) non muslim dengan diminta agar keduanya bersumpah untuk bisa dipercaya apabila ragu akan persaksiannya, sesuai dengan apa yang diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآثِمِينَ

فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَى وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kalian menghadapi kematian sedangkan ia akan berwasiat, maka hendaklah disaksikan (wasiat itu) oleh dua orang yang adil/jujur di antara kalian atau dua orang yang selain kalian. Jika kalian dalam perjalanan di muka bumi lalu kalian ditimpa bahaya kematian, maka kalian tahan kedua orang saksi tersebut setelah shalat agar mereka berdua bersumpah dengan nama Allah jika kalian ragu (dengan mereka mengatakan): Demi Allah kami tidak akan menjual sumpah kami dengan harga yang sedikit walaupun (yang disaksikan) adalah karib kerabat kami, dan tidak pula kami akan menyembunyikan persaksian Allah. Sesungguhnya kami kalau demikian termasuk orang-orang yang berdosa. Jika diketahui bahwa kedua saksi itu berbuat dosa[3] maka digantikan oleh dua orang yang lain di antara ahli waris yang lebih berhak (mendapat warisan), lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah dengan mengatakan: Sesungguhnya persaksian kami lebih layak untuk diterima dari pada persksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas. Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang dhalim. Yang demikian itu lebih dekat untuk menjadikan para saksi mengemukakan persaksiannya dengan sebagaimana mestinya, atau mereka takut kalau ditolak sumpahnya setelah mereka bersumpah. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah serta dengarkanlah (taatlah). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.” (Al-Maidah: 106-108)

9. Adapun berwasiat agar hartanya diberikan kepada kedua orang tua dan sanak kerabat yang berhak menerima warisan dari orang yang meninggalkan warisan itu, maka ini tidak boleh dilakukan. Karena hal ini sudah dimansukh dengan ayat tentang warisan. Dan telah dijelaskan pula oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dengan penjelasan yang paling sempurna, ketika beliau berkhutbah pada haji Wada’. Kata beliau:

إِنَّ اللَّهَ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ وَلا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang punya hak,

dan tidak ada wasiat bagi ahli waris.”[4]

Dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi serta hasankan oleh beliau. Juga Imam Al-Baihaqi (6/264) dan mengisyaratkan kuatnya hadits ini. Sungguh beliau telah benar, karena sanadnya memang hasan. Hadits ini memiliki banyak penguat dalam riwayat Imam Al-Baihaqi. Lihatlah Majma’az Zawa’id (4/212).

10. Diharamkan membuat wasiat yang mendatangkan mudharat (kerugian) bagi orang lain, seperti berwasiat agar sebagian ahli waris jangan diberikan hak warisnya atau berwasiat agar melebihkan sebagian ahli waris atas sebagian yang lain. Hal ini disebabkan adanya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisaa’: 7)







Di akhir ayat waris ini disebutkan:

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

“Sesudah ditunaikan wasiat yang dipesan olehnya atau dibayar hutangnya dengan tidak menimbulkan mudharat (kerugian kepada ahli waris). Semua itu sebagai wasiat dari Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Lembut.” (An-Nisaa’: 12)

Juga karena adanya sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam:

لا ضرر ولا ضرار, من ضارّ ضارّه الله, ومن شاقّ شاقّه الله

“Janganlah mendatangkan mudharat bagi orang lain dan jangan saling mendatangkan mudharat. Barang siapa yang berbuat kemudharatan niscaya Allah datangkan kemudharatan padanya. Dan Barang siapa yang berbuat permusuhan maka Allah memusuhinya.”

Dikeluarkan oleh Imam Ad-Daruquthni (522) dan Imam Al-Hakim (2/57-58) dari Abu Sa’id Al-Khudry. Imam Adz-Dzahabi menyepakati Imam Al-Hakim atas perkataannya: “Shahih memenuhi persyaratan Muslim.” Yang benar bahwa hadits ini adalah hadits hasan sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Arba’in dan Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (3/262) karena banyaknya jalan dan banyaknya penguat. Telah disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Rajab dalam Syarah Arba’in (hal. 219 dan 220). Kemudian juga telah saya takhrij dalam Irwa’ul Ghalil (no. 888).

11. Wasiat yang lalim (tidak adil) hukumnya batil lagi tertolak, karena adanya sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam:

من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ

“Barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam (agama) kami ini yang tidak ada asal darinya, maka ia tertolak.”

Dikeluarkan oleh Syaikhaini dalam Shahih keduanya dan Imam Ahmad maupun yang lain. Lihatlah Al-Irwa’ (88).

Juga karena adanya hadits ‘Imran bin Husein: Bahwa ada seseorang yang memerdekakan enam budak laki-laki setelah kematiannya (padahal ia tidak punya harta selain mereka). Lalu datanglah ahli warisnya yang berasal dari orang-orang Arab. Mereka memberitahukan apa yang diperbuat ini kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Rasulullah pun berkata: “Apa benar ia berbuat demikian?” Beliau melanjutkan: “Kalau saja kami tahu Insya Allah kami tidak menshalatkannya.” Kata ‘Imran: “Beliau kemudian mengundi budak-budak yang telah dimerdekakan, lalu memerdekakan dua orang di antara mereka dan mengembalikan yang empat orang tetap sebagai budak.”

Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/446) dan Imam Muslim yang semisal itu, demikian pula Imam Ath-Thahawi dan Imam Al-Baihaqi maupun yang lain. Tambahan dalam kurung ada dalam riwayat Imam Muslim, juga dalam salah satu riwayat Imam Ahmad.

12. Ketika banyak terjadi kebid’ahan pada sebagian besar kaum muslimin di masa ini. Begitu pula dalam permasalahan yang berkaitan dengan jenazah. Maka termasuk kewajiban seorang muslim adalah untuk berwasiat agar disiapkan (urusan kematiannya) dan agar dikuburkan berdasarkan Sunnah (tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam), sebagai pengamalan terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya para malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka senantiasa melakukan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Oleh karena itu para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berwasiat dengan hal itu. Atsar-atsar (riwayat) dari mereka dalam hal yang kami sebutkan sagatlah banyak. Tidak mengapa kami cukupkan sebagiannya saja, yaitu:

1. Dari ‘Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu’anhu, bapaknya pernah berkata ketika sakit yang menjadi sebab kematiannya: “Buatkanlah untukku liang lahat dan tegakkanlah di atasku batu bata sebagaimana hal itu juga dilakukan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Al-Baihaqi (3/407) maupun selain beliau berdua.

2. Dari Abu Burdah, ia berkata: Ketika menjelang kematiannya, Abu Musa Radhiyallahu’anhu berwasiat, katanya: “Apabila kalian mengatarkan jenazahku maka cepatkanlah langkah kalian dan janganlah mengiringkan jenazahku dengan tempat bara api (anglo). Juga jangan jadikan di hadapanku sesuatupun yang menghalangi antara aku dengan tanah. Jangan pula mendirikan bangunan apapun di atas kuburku. Dan aku persaksikan kepada kalian bahwa aku berlepas diri dari setiap haliqah[5] atau saliqah[6] atau khariqah[7].” Mereka bertanya: “Apakah engkau mendengar sesuatu dalam hal itu?” Jawabnya: “Ya, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam.”

Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/397), Imam Baihaqi (3/395) dan Imam Ibnu Majah dengan sanad yang hasan.

3. Dari Hudzaifah Radhiyallahu’anhu ia mengatakan: ” Jika aku, mati jangan kalian umumkan kematianku kepada seorangpun, sesungguhnya aku takut kalau perbuatan itu termasuk na’i (mengumumkan kematian yang dilarang), karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam melarang dari na’i.” Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi (2/129) dan beliau berkata: “Ini hadits hasan.” Diriwayatkan pula oleh yang lain hadits yang semisal dan akan datang pembahasannya dalam bab Na’i.

Dalam bab ini ada pula atsar lain yang akan datang dalam masalah ke 47. Tentang wasiat penguburan ini, Imam Nawawi Rahimahullah berkata dalam Al-Adzkar: “Dianjurkan baginya dengan anjuran yang kuat (ditekankan) untuk berwasiat kepada mereka agar menjauhi adat kebiasaan yang berlaku yang termasuk bid’ah dalam perkara jenazah. Hendaknya ia memperkuat perjanjian dalam masalah ini.”







Foot Note:

[1]. Harga diri adalah tempat pujian atau celaan pada seseorang. Sama saja apakah itu pada dirinya sendiri ataukah pada moyangnya atau siapa saja yang urusannya mengharuskannya (dipuji atau dicela).

[2]. Ini adalah hadits yang shahih dengan adanya hadits yang sebelumnya dan dengan adanya hadits ‘Aisyah yang akan datang di akhir masalah ke-17.

[3]. Yaitu jika telah diketahui secara sepakat bahwa kedua saksi yang bersumpah itu melakukan perbuatan dosa berupa dusta dan menyambunyikan persaksian atau berupa khianat dan menyembunyikan sebagian harta peninggalan ketika keduanya diberi amanah. Maka yang wajib, atau yang harus dilakukan untuk menerngkan yang benar adalah dikembalikannya sumpah itu kepada para ahli waris. Yaitu dengan cara kedua orang saksi itu digantikan oleh dua orang dari wali mayit yang mewarisinya, yang dianggap lebih layak sebagai saksi karena adanya dosa (pada dua saksi awal tadi) yang akan menjadi kejahatan dan pengkhianatan terhadap mereka (ahli waris). Demikian disebutkan dalam Tafsir Al Manar. Untuk kesempurnaan pembahasan ini merujuklah ke sana (7/222).

[4]. Yang memansukh (menghapus) hukumnya adalah Al-Qur’an itu sendiri. sedangkan As-sunnah hanya menjelaskannya, sebagaimana yang kami sebutkan. Juga sebagaimana nampak jelas dari khutbah Rasulullah n. Tidak seperti apa yang dituduhkan oleh banyak orang, bahwa hadits inilah yang memansukhkannya. Kemudian sebagian orang di masa ini merasa dengki dengan kenyataan ini hingga mereka menuduh bahwa hadits ini adalah hadits ahad yang tidak bisa untuk menghapus Al-Qur’an. Selain tuduhan ini sendiri batil, karena yang benar bahwa hadits ahad bisa menghapus Al-Qur’an. Padahal sungguh telah anda ketahui jawabnya bahwa yang menghapus hukum ini adalah Al-Qur’an. Kalaupun toh kita terima bahwa yang menghapus adalah hadits ini, maka hadits ini juga bisa menghapuskannya berdasar kesepakatan ulama’. Karena para ulama’ semuanya mengambilnya dengan penuh terima. Apalagi hadits ini hadits yang mutawatir yang bisa diketahui oleh orang yang meneliti jalan-jalannya yang banyak dan dikuatkan di dalam kitab-kitab kumpulan Sunnah maupun musnad. Semoga kami diberi taufiq untuk mentakhrijnya dan memberikan tahqiq kepadanya dalam juz yang tersendiri.

Kemudian telah saya kumpulkan jalan-jalannya dan saya keluarkan dalam Irwa’ul Ghalil (no.16). Dan lebih dari sepuluh jalan, dari delapan sahabat. Sebagiannya shahih, sebagian lagi hasan dan sebagian lagi dhaif munjabir (ringan kelemahannya).

[5]. Haliqah adalah wanita yang menggundul kepalanya ketika mendapat musibah.

[6]. Saliqah adalah wanita yang berteriak meraung-raung ketika mendapat musibah.

[7]. Khariqah adalah wanita yang menyobek-nyobek baju (krah) ketika mendapat musibah









Sabtu, Januari 12, 2008

PEKERJAAN SYAITON LA'NATULLOH AJMA'IN



zwani.com myspace graphic comments



KABINET SYAITON
LA'NATULLOH AJMA'IN
PERIODE ADAM - HARI KIAMAT


PRESIDEN
Iblis La'natulloh ajma'in

WAKIL PRESIDEN
Jin Ifrit La'natulloh ajma'in

MENTERI-MENTERI

Menteri Pelacuran
Al Aquro': Membuat wanita-wanita muslim menjadi pelacur/membuka aurat

Menteri Perhutangan
Mabsuto': Membuat manusia selalu berhutang dan berhutang terus-terusan

Menteri Perdagangan
Zalan Wur: Membuat perdagangan menjadi tidak jujur

Menteri Per-wc-an
Khinzib: Membuat manusia berlama-lama dalam kamar kecil

Menteri Peng. Wudhu
Wusnan: Membuat manusia tidak benar dalam berwudhu

Menteri Peng. Sholat
Wulhan: Membuat manusia tidak khusuk dalam sholatnya

Menteri Pengadu Domba
Dasi'man: Membuat manusia selalu marah-marah dalam rumah tangga ,orang lain

RAYUAN SETAN DALAM PACARAN

Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." (QS. Ali Imran: 14)

Adab Bergaul Antara Lawan Jenis

Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,"Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya." (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis

Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin)." (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta

Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan "pacaran". Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. al-Isra': 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya." (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya...

Iblis, Sang Penyesat Ulung

Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, "Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya." (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita." (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.





Jumat, Januari 11, 2008

KAYA YANG DI CINTAI


Menjadi kaya jangan dirisaukan. jangan takut untuk menjadi kaya, sebab kaya itu fitrah. kekayaan justru memberikan peluang lebih besar untuk dicintai oleh Alloh S.W.T lalu kekayaan seperti apa yang harus kita bangun?

Pertama, kaya secara fisik orang yang fisknya normal (tidak cacat), badannya sehat (tidak sakit-sakitan, energik (tidak malas-malasan), apalagi jika ditambah dengan tubuh yang sempurna dan wajah yang cantik/tampan, maka orang tersebut dapat dikatakan kaya secara fisik. kesehatan merupakan kekayaan yang tak ternilai. apakah artinya uang,rumah yang besar dan mewah jika harus terbaring lemah bertahun-tahun di rumah sakit.

Kedua, kaya secara financial, seseorang dapat disebut kaya secara financial jika total aset yang dimilikinya (rumah,kendaraan,tabungan,peralatan dan lain-lain sebagainya) melebihi total hutangnya; pendapatan terus meningkat; rasio kekayaan lebih dari satu. jika salah satu unsur terpenting tersebut tidak terpenuhi, maka orang tersebut masih labil, mempunyai potensi untuk kaya, sekaligus mempunyai resiko jatuh miskin.

Ketiga, kaya secara mental, kaya secara mental ini berkaitan dengan"siapa" menguasai "siapa", jika bertambahnya uang menjadikan kita sombong. maka kita dikuasai oleh uang. demikian juga jika bertambahnya uang menjadikan kita malas bekerja. orang bisa disebut kaya secara mental jika bertambahnya uang menjadikannya sebagai orang yang rendah hati,rajin,dan disiplin,sabar,berintegritas dan peduli. dalam hal ini Rosululloh S.A.W bersabsa, "yang disebut kaya bukanlah banyaknya harta benda tetapi kaya yang sebenarnya adalah kaya jiwa ( mental)"

Keempat, kaya secara sosial, bersyukurlah jika kita ditaqdirkan kaya secara fisik,financial, dan material. itu berarti kita telah kaya secara personal atau individual. kita baru disebut kaya secara sosial jika kekayaan tersebut kita fungsikan untuk membantu atau menyenangkan oarang lain.
Harta, misal, kita keluarkan dalam bentuk infaq,sedekah,dan zakat kepada orang lain. orang yang kaya secara sosial akan memiliki banyak teman,disenangi orang dan mendapatkan banyak pembela. Rosululloh S.A.W bersabda " seorang pemurah hati dekat kepada Alloh,manusia,surga."(Riwayat At-Thabrani).

Kelima, kaya secara spiritual. yaitu oarang yang mampu menghubungkan kekayaan dengan nilai-nilai spiritual yang kita yakini. jika akatifitas financial kita mendatangkan pahala, maka berarti kita telah kaya secara spiritual sebaliknya jika aktifitas kita justru mendatangkan dosa, maka kita miskin secara spiritual walaupun secara financial kekayaan kita melimpah.

aktitas financial itu terdiri dari cara mendapatkannya yang harus bersumber dari yang halal,legal,tidak korupsi,tidak menipu dan tidak ada unsur riba. begitu pula cara menggunakannya, bukan untuk membeli barang dan jasa yang mengandung maksiat dan dosa, tapi untuk sesuatu yang diridhoi Alloh S.W.T tak lupa saat membayar zakat,infaq, dan sedekah.


Kaya Hakiki
jika kita bisa menggabungkan semua kekayaan di atas, yang meliputi fisik,financial,mental,sosial,dan spiritual maka itulah kaya yang sesungguhnya. menjadi kaya seperti ini sungguh tak perli ditakutkan. bahkan, seharusnya setiap muslim berlomba-lomba untuk mencapainya. itulah yang digambarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W "Alangkah baiknya harta yang baik di tangan orang yang sholih,' (Riwayat Ahmad).
itulah sebabnya Nabi Muhammad S.A.W, mengjarkan kita dengan banyak do'a agar diberikan kekayaan salah satunya adalah Allohumma inna nas'alika wal ghina (Ya Alloh sesungguhnya kami memohon kepada-MU,hidayah,ketaqwaan,kehormatan diri dan kekayaan).

Rabu, Januari 09, 2008

UKHUWAH ISLAMIYAH DEMI KEJAYAAN ISLAM

Umatan wahidah atau integritas sosial dikalangan umat islam indonesia sangat penting untuk terbentuk. gaung niat menyatukan umat, baik yang datang dari pihak pimpinan golongan maupun kalangan ilmuwan sudah sering terdengar, setidaknya sudah ada ibda' binafsik atau kesadaran untuk bersama-sama menuju suatu bangunan yang bernama ukhuwah islamiyah.
menjadi suatu rujukan kalau muslim yang satu dengan muslim yang lain ibarat suatu bangunan yang masing-masing individu punya kemampuan/kompetensi untuk memperkokoh bangunannya dalam upaya membina ukhuwah islamiyah. ditampilkan sebagai suatu bangunan, mengingat bila ada diantara unsur dari bangunan itu yang keropos maka struktur bangunan itu tidak lagi menjadi kuat dan kokoh, termasuk tidak akan mampu menahan kekuatan lain yang berusaha merobohkan.
dalam perjuangan menegakkan kebenaran islam, persatuan umat (integritas umat) menjadi utama (prioritas). tanpa integritas umat, kebenaran dan kejayaan islam akan berjalan tertatih-tatih. kalau masing-masing individu tidak lagi mengutamakan semangat kekeluargaan dan sebaliknya mengutamakan kerakusan pribadi untuk ditulis sebagai pejuang dan pahlawan islam yang mengisi agenda sejarah sebagai orang yang banyak berjasa terhadap kebesaran islam, maka didapatnya hanyalah prestasi kosong, angan-angan kosong, dan omong kosong.



sebagai bukti bahwa integritas umat itu penting untuk menunjukkan kebesaran dan kejayaan islam, adalah keberhasilan Nabi Muhammad S.A.W dalm memimpin umatnya. beliau mampu membangun masyarakat arab yang berprilaku demoralisasi (kemerosotan akhlaq) dan dishumanisasi (tidak ada rasa prikemanusiaan), suka pertikain dan perpecahan serta akrab dengan pertumpahan darah dengan konstruksi yang saling mengutamakan prinsip damai (ishlah). beliau bangun masyarakat agar aktivitas yang dilakukannya tidak bercerai berai dari orientasi membangun negara sejahtera atau baldatu toyyibatun warobbun ghoffur.


Kaidah normatif ukhuwah islamiyah sebagai firman Alloh:
"jangan kamu sekali-kali berbuat seperti orang-oarang yang telah berpecah belah dan bersengketa" (QS. Ali Imron:105)

tidak sedikit cara yang digunakan untuk mengalahkan dan menyingkirkan lawan, yang juga saudaranya sendiri, dengan cara-cara yang curang dan kotor, dishumanisasi terefleksi secara deislamisasi. tidak segan-segan intimidasi (ancaman) dilancarkan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan kredibilitas (kepercayaan) sosial. mereka terseret dalam solusi politik serba boleh ini berarti menempatkan diri sebagai budak-budak kekuasaan. Na'udzubillah summa na'udzubillah min zalik





Arsip Blog

BIOGRAFI ABDILLAH BRAMAYWA AM

Foto saya
Kota Yogyakarta, Sendowo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 55284, Indonesia
Assalamu'alaikum Wr.Wb.Salam perkenalan dan Perjuangan. sebuah nama yang sederhana abdillah, begitulah di panggil oleh teman-teman maupun di keluarga besarnya. hanya sedikit orang yang tahu nama lengkapnya yang juga sederhana abdillah bramaywa ahmad manudipta. dilahirkan di kota metro,lampung 14 Oktober 1989 dari sebuah keluarga yang sederhana, Drs. Wardaya nama ayahnya, dan Siti Mundari nama ibunya. abdillah adalah anak yang pertama dari tiga bersaudara, ayuditya bn anak yang kedua dan amrishinta bd anak pamungkasnya.pendidikan: SD Negeri 2 Kota Metro(1995-2001)SMP Negeri 2 Kota Metro(2001-2004) SMA Muh.1 Kota Metro(2004-2007)PT Universitas Negeri Yogyakarta(2007) NO.TELP: (0725)47213 HP : 085658775700